Friday, February 20, 2009

PBS katanya HARAM!!!

Waks, ko kayanya maksa banget klo film satu ini dicap HARAM. Sebenernya klo emang film bisa dicap haram berarti sejak dari dulu bilang aja tv itu haram heheheh.... sangat beruntung bagi pipo karena sudah menonton film ini terlebih dulu sebelum akhirnya di perdebatkan oleh beberapa orang dan bilang nih film haram. BTW pada taukan maksudnya PBS itu apa, yup yang pipo maksud disini adalah Perempuan Berkalung Sorban.

Beberapa minggu yang lalu pernah diperdebatkan di sebuah stasiun TV, yang menghadirkan si empunya pembuat film, Bpk. Mas Hanung B., bertemu dengan bapak Kehet, jujur ajah pipo ga tau namanya siapa. Pipo juga denger cerita dari pacar pipo si Pithak, n dia selalu nyebut bpk Kehet untuk yang berseteru dengan si bpk Hanung, tentang film ini. Beberapa inti cerita Pithak, pacar pipo, bilang bahwa si bpk. Kehet ini tidak setuju dengan film ini dan mengatakan film ini haram, tapi dia sendiri belum pernah liat filmnya, terus ada beberapa hal yang katanya juga menjelekkan agama Islam. Pokonya gitu deh.

Emang seih, secara pipo dah nonton mungkin pipo bisa menyimpulkan sedikit ato mungkin juga memberikan sedikit penjelasan, dari sudut pandang pipo, kenapa si bpk. Kehet ini sebegitu sebel dan ga sukanya ama nih film. Beberapa adegan kekerasan, mungkin, seperti hukum rajam yang di lakukan, trus pengekangan terhadap sifat si Tokoh utama cewe, siapa yah namanya yah pipo sebut aja namanya Anisa heheheh, yang dikekang oleh bapaknya sendiri. Oh iya klo ga salah inget juga si Pithak, pacar pipo, bilang klo dalam perdebatan tersebut pihak Hanung ada yang bilang bahwa pesantren yang digambarkan dalam film tersebut memang ada yang seperti itu. Perempuan benar-benar di kekang dan hanya diposisikan di dapur.

Emangnya seh, ko rasanya de ja vu yah, klo pipo liat di film itu bisa menjadikan nama baik agama Islam terlihat buruk. Agama selain Islam biasanya selalu menjelekkan agama ini, entah dengan alasan apa mereka sebegitu bencinya ini juga berdasarkan apa yang pipo baca dan dengar juga, bahwa agama selain Islam berusaha menjelekkan Islam dengan mengambil sebagian ilmu dan sejarah dari agama Islam itu sendiri. Seperti hukuman rajam, adegan dilemparin batu oleh banyak orang yang akhirnya di bela oleh Ibunya Anisa, sebelum film ini dibuat pipo pernah baca dan dengar bahwa agama selain Islam bilang bahwa agama Islam itu sadis, tidak berperi kemanusiaan, dan anarkis dengan dalih masa orang dihukum dengan dilempari batu. Mereka, selain Islam, mengambil cara penghukuman dengan rajam ini tanpa memberikan informasi kenapa sampai seseorang dihukum rajam, tapi hanya mengatakan seseorang dihukum dengan dilempari batu adalah tindakan tidak terpuji. Seperti juga di film tersebut, tiba-tiba si Anisa ditarik keluar dan langsung dilempari batu tanpa di cari tahu kebenarannya dulu.

Mungkin hal ini yang dikhawatirkan oleh si bpk Kehet tadi, mungkin dia mengkhawatirkan bahwa dengan film ini seolah membenarkan bahwa Islam itu tidak pandang bulu dan selalu berbuat kasar dan menghuum orang tanpa alasan atau bukti-bukti yang kongkrit. Beberapa hal lain juga yang bisa dimanfaatkan itu seperti masalah hak azasi kaum perempuan, dalam film ini digambarkan seolah perempuan itu benar-benar tidak berdaya dengan hukum dan adat yang ada di agama Islam terhadap perempuan. Memang bpk Hanung, membantah bahwa dia tidak bermaksud seperti itu, dan pipo juga setuju dengan hal itu. Tapi pipo juga tidak menutup mata pipo, bahwa segala hal bisa dimanfaatkan oleh orang lain. Well mungkin ini sedikit alasan kenapa si bpk Kehet itu sangan benci, antipati, ga suka, dan mengatakan haram terhadap film PBS ini.

Memang film ini terkesan seperti yang disebutkan diatas, tapi bagi pipo film ini juga memberikan pesan yang sangat bagus sekali. Jujur ajah pipo ampe beberapa kali menangis setelah melhat film ini. Tapi yang ampe sekarang terus pipo ingat dan ga lupai adalah adegan saat Anisa dan Ibunya solat bersama di dalam kamarnya. Adegan ini klo gasalah setelah si Anisanya ngomong apa gitu tentang perpustakaan dan kebebasan, heheh ga inget soale. Oh iya, yang pipo inget itu saat si Anisa bertanya, ato berkata yah, ke Ibunya bahwa sebenernya ibunya juga memiliki jiwa yang bebas seperti dirinya tapi kenapa dia tetap diam dan tidak melakukan apa-apa.

Adegan ini mengingatkan pipo ama sebuah film yang rasanya udah lama banget, judulnya itu klo ga salah House of Spirit, kisah tentang seorang perempuan yang memiliki kemapuan melihat dan meramal masa depan. Jadi kisahnya itu dimulai dari saat dia masih kecil, beruntungnya si perempuan ini, pipo lupa nama tokohnya, merupakan anak dari orang yang berada dan dia memiliki kemampuan untuk melihat masa depan. Kemampuannya ini terkadang dimanfaatin oleh temen-temen bapaknya si anak perempuan ini untuk mengetahui nomor undian yang akan keluar besaok dan nomor pacuan kuda yang akan menang besok. Singkat cerita dengan kemampuan yang dimilikinya ini dia terus tumbuh besar dan akhirnya menikah dengan seseorang yang terlihat menawan, tapi pada akhirnya dia juga kasar dan serng memukul si perempuan tadi. Hmmm ceritanya rada mirip ama Anisa, dia juga nikah ama orang yang bagus depan tapi ternyata kasar. Setelah menikah hidup cukup lama dan akhirnya melahirkan anak dari pemuda kasar tadi. Singkat cerita lagi setelah melahirkan anaknya tumbuh dewasa, dan akhirnya diapun meninggal dengan keadaan yang damai. Makin disingkatin lagi ceritanya, anak yang udah tumbuh gede ini pada suatu hari pergi kerumah tampat ibunya pernah tinggal, yah pokonya sianaknya ini tau kalau ibunya itu bisa liat masa depan dan tau juga kalo dia perlakukan kasar oleh bapaknya. Singkat cerita lagi pada suatu ruangan dia bertemu dengan roh/spirit dari ibunya, dan bertanya, ibu jika ibu tau kalau ibu akan diperlakukan kasar oleh ayah kenapa tetap menikah dengan dia. Ibunya menjawab, karena tahu akan melahirkan anak yang cantik seperti dirimu ibu rela diperlakukan kasar. Intinya adalah ketegaran seorang Ibu dalam menjalani hidup sekeras apapun demi anaknya.

Heheh puanjang yah, sedikit melenceng mungkin bagi beberapa orang, tapi intinya sama. Ibu Anisa tetap memilih diam dan tidak melawan seperti si Anisa adalah karena dia lebih menjaga keeratan hubungan sebuah keluarga. Pipo menganalogikan hal ini dengan sesuatu yang pipo liat di Semangi, di BreadTalk, pipo liat bagaimana seorang koki mengaduk adonan sebelom di potong dan dijadikan kue atau roti. Bisa juga seperti sebuah lili/play-dough, itu loh lilin yang bisa di bentuk-bentuk. Kenapa pipo analogikan seperti itu. Karena pipo melihat adonan ini ketika ditarik-tarik bisa sampai panjang, dan ketika dipotong dengan pisu bisa putus, tapi ketika di satukan lagi kedalam adonan utama garis bekas potonga piasu itu hilang sama sekali.

Itu gambaran seorang Ibu bagi pipo, mereka itu sangat fleksibel, bisa ditarik panjang dan dipotong, tapi ketika disatukan lagi bekas potongan itu bisa hilang dan menyatu kembali. Ibu memang makhluk luar biasa sekeras apapun kita mencabut adonan itu, sewaktu kita satukan kembali bekas itu benar-benar hilang, dan bila adonan itu di cabut, dia tidak berontak atau apa tapi membiarkan saja. Seperti juga yang dilakukan oleh Ibu Anisa, ketika Anisa pergi dibiarkan olehnya karena dia membiarkan satu bagian lepas dari pada seluruh bagian yang lain berjatuhan. Ketika adonan yang lepas itu kembali, dia bisa merekatkannya tanpa ada bekas apapun.

Entah disadari atau tidak, bagian dari film ini yang paling mengharukan bagi pipo. Ketika seorang Ibu melepaskan bagian dari hatinya, dia tidak berontak tapi diam demi menjaga bagian hatinya yang lain. Dan ketika hati itu kembali dia bisa merekat dengan baik tanpa ada bekas luka sedikitpun. Bagi pipo film ini juga gives tribute to Mother more than everything else. Terlepas dari detail gambar yang berusaha disampaikan oleh si Hanung B., pesan di adegan jelang akhir film memberi kesan lebih bagi pipo.

NB : setelah melihat film ini, terkadang kalo liat Ibu pipo lalu teringat ama film ini pipo suka nangis n terharu. Heheh... pipo cengeng mode: on

1 comment:

N U R I S H said...

Ulasan yang menarik...
sejujurnya sayah juga tidak setuju jika islam diidentikkan dengan kekerasan. yah, dalam menikmati sebuah sajian film mungkin kita juga perlu memakai filter dan mengambil nilai positifnya tidak hanya berpusat pada sisi negatifnya. Yah namanya juga film. Kreatifitas itu diperlukan, tapi tetap dengan tanggung jawab, itu ajah siy intinya...:)