Thursday, March 10, 2005

Pedang Lebih Tajam Daripada Pena



Dalam cerita dongeng ato dalam cerita science fiction, dan lain cerita fiksi lainnya. Dalam pertarungan antara kebaikan dan kejahatan, hitam dan putih, lemah dan kuat, kemenangan selalu berada di pihak yang kita inginkan untuk menang. Yang lemah, putih, baik selalu berada di sisi kemenangan, sangat jarang mereka itu berada di sisi yang kalah. Kenapa bisa demikian karena itulah yang kita inginkan untuk terjadi maka sang pembuat naskah pastinya akan dengan senang hati akan membuat seperti itu, agar tulisannya juga laku makanya dia buat seperti itu.

Terkait dengan judul dan paragraf di atas, mengenai tulisan dan karya tulis. Ada sebuah pepatah yang mengatakan ato pepatah yang dibuat entah oleh siapa, klo menurut gw sih pepatah ini di buat oleh para jurnalis. Mereka mengatakan ‘Pena Lebih Tajam Daripada Pedang’ disini pengertian yang gw dapet adalah, dengan menulis gw dapat mengalahkan sebuah kekerasan. Hanya dengan tulisan gw bisa mengalahkan tirani, hanya dengan tulisan sebuah kerajaan bisa di runtuhkan. Tapi itu semua menurut gw hanya akan terjadi di dalam sebuah karya fiksi, ato di novel-novel dan komik-komik saja. Dalam dunia nyata jarang banget hal seperti itu bisa terjadi.

Di awali dengan kejadian yang gw alamin beberapa hari yang lalu, dimana pas gw lagi makan siang di daerah Kalibata, sebuah kekerasan terjadi. Dimana seorang pelayan mengalami penganiyayaan. Di gebukin ama 4 orang yang dari tampangnya itu, tampang tukang pukul (TTP).

Disini masalah yang sebenernya pengan gw ungkapin, kekerasan yang dirasa lebih bisa mengetasi maslah daripada menggunakan akal sehat untuk mengatasi masalah tersebut. Padahal awal masalah hanyalah sebuah masalah sepele. 4 orang TTP itu minta tissue buat ngelap-ngelap, tapi masi belom di kasi juga, dan mereka menjadi emosi cuman gara-gara ga segera di sediakan tissue juga. Mungkin karena sedang cape si pelayan ini dalam menjawab permintaan mereka jadinya aga ga ems jawabnya, tapi malah membuat para TTP ini menjadi panas, dan berusaha memukul si pelayan ini.

Inilah permasalahannya, dimana kekerasan itu lebih mendominasi daripada mengatasinya dengan kepala dingin. Knapa ga bicara baik-baik, kan bisa aja terselesaikan, ga perlu ampe maen pukul kaya gitu. Mungkin juga karena pengaruh emosi dan karena lagi laper dan emang berdarah panas. Tapi kenapa kekerasan itu selalu menjadi pilihan. Apa untuk menunjukkan superioritas mereka, makanya berbuat seperti itu?

Di tambah lagi kejadian yang sekarang sedang hot-hotnya terjadi. Yaitu masalah sengketa, yah itu sengketa tanah yang cuman sepetak ato bahkan tanah yang dengan petakan besar, sebesar pulau misalkan. Seperti yang terjadi di negara kita sekarang ini. Sengketa tanah di daerah Aceh. Banyak yang mengklain bahwa tanah itu milik mereka. Ga kalah juga sengketa pulau antara Indonesia dengan Malaysia. Tambah lagi Jepang dan Korea juga punya masalah sengketa pulau.


Lalu dengan cara apa mereka mencoba menselesaikan masalah tersebut. Dengan cara fisik tentunya ga dengan berunding aja. Tapi malah lebih menggunakan kekuatan dan pamer angkatan perang.

Makanya gw untuk saat ini lebih suka mengatakan bahwa sekarang ini Pedang itu masi lebih tajam dari pada Pena. Karena kekerasan itu lebih merupakan sebuah jalan keluar utama daripada berunding dengan baek-baek.

No comments: